Perbedaan Antara Seorang Filosof dan Nabi Dalam Proses Pencarian Kebenaran


Dalam Surah Asy-Syams ayat ke delapan, Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah mengabarkan kepada manusia lewat wahyu-Nya mengenai sifat fitrah atau sifat dasar pembentukan manusia, yakni memiliki potensi untuk menjadi orang benar maupun salah. Atau dalam istilah ayat termaksud, Alloh Subhaanahu wa Ta'ala telah menganugerahkan potensi fujur dan taqwa dalam naluriah kehidupan manusia. Hal inilah yang menjadi pembeda antara manusia dengan malaikat yang hanya memiliki sifat ta'at. Dalam komponen tubuh manusia Alloh Subhaanahu wa Ta'ala telah mensetting manusia sedemikian rupa agar sesuai dengan naluriah dasarnya itu hingga terbentuklah manusia yang komponen tubuhnya adala dalam .kesempurnaan (fie ahsani taqwim). Akal dan hati kedua-duanya mampu berfungsi sebagai alat yang bisa dipergunakan untuk menimbang dan mencari sehingga mencapai kebenaran maupun kesalahan yang diambilnya.

Dengan kata lain, manusia pada dasarnya mampu menemukan kebenaran dengan usahanya sendiri lewat penggunaan potensi dasar yang telah dimilikinya itu, meski untuk menyentuh kebenaran yang hakiki tersebut dibutuhkan usaha yang amat keras lewat premis-premis logika hingga hasil yang dicapainya sampai pada sebatas tarapan logis, atau tidak kontradiktif, antara kesimpulan yang satu dengan yang lainnya.

Orang-orang yang mencari kebenaran lewat penggunaan potensi nalarnya biasa kita kenal dengan sebutan filosof atau dalam bahasa al-Quran disebut al-hakim (ahli hikmah). Dalam Al-Qur'an terdapat kisah-kisah mengenai upaya manusia mencari kebenaran lewat penggunaan daya logika atau nalarnya. Misalnya saja seperti filosof Lukman yang secara langsung Allah Subhaanahu wa Ta'ala mengabadikannya menjadi salah-satu nama sebuah surah Al-Qur'an. Sepanjang yang saya tahu, lewat buku maupun penjelasan guru-guru pengajian, Lukman al-Hakim meski pun namanya diabadikan dalam al-Qur'an kedudukan beliau bukan lah seorang Nabiyullah. Lukman al-Hakim hanyalah salah-satu potret dari sejumlah manusia yang mampu mencapai kebenaran lewat usaha penggunaan daya nalarnya. Bahkan menurut orang Arab yang sudah membudayakan diri untuk menghafal silsilah nasab, dalam catatan Philip K. Hitti, dalam bukunya "Renaisanse of Islam", mereka percaya bahwa Lukman al-Hakim adalah seorang filosof gurunya Phytagoras ahli Matematika itu.

Di sisi lain, dalam al-Qur'an kita juga temukan kisah para nabiyullah yang berusaha sendiri mencari kebenaran. Salah-satu contohnya adalah kisah Nabi Ibrahim 'alaihis-salam. Nabi Ibrahim sebelum diangkat Allah menjadi nabi, beliau berusaha tanpa henti mencari siapa sebetulnya Tuhan yang telah menciptakan langit, bumi, beserta makhluk-makhluk yang jadi isi keduanya hingga beliau pada akhir pencariannya berkesimpulan bahwa Tuhan yang dicari-carinya selama itu adalah Allah.

Perbedaan Nabi dan Filosof


Pada dasarnya setiap Nabi adalah seorang filosof, tapi seorang filosof belum tentu seorang Nabi. Seorang nabi apabila berijtihad (melakukan usaha penggunaan daya nalarnya semaksimal mungkin), seperti kasus Nabi Ibrahim 'alaihis-salam, nilai benar atau salah dari hasil akhir pencariannya akan senantiasa langsung diklarifikasi oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala lewat wahyu-Nya. Sehingga letak kedudukan benar atau salah dari hasil pencariannya itu mendapat kepastian langsung dari Alloh Yang Maha Tahu. Beda halnya dengan filosof yang meskipun bisa jadi dia sudah mengambil natijah (kesimpulan) bahwa penemuannya sudah benar, kedudukan kepastian benarnya belum sampai pada kemutlakan (absolut).
Wallahu a'lam...!!

SHARE ON:

Penulis berusaha menulis di blog ini untuk berbagi pengalaman, wawasan, serta pemikiran yang dipandang layak untuk disebar luaskan. Aktivitas sehari-hari penulis aktif sebagai tenaga pengajar piket pada salah satu lembaga pesantren di Kab. Bandung, serta aktif sebagai anggota Komunitas Penulis Islam

    Blogger Comment

0 comments:

Posting Komentar

Renungan
Ada Konsekuensi logis yang berlaku di setiap permasalahan yang kita ambil. Orang yang sadar akan makna konsekuensi, tindakannya tidak akan lepas dari kontrol pertimbangan yang matang. Setidaknya, tindakannya tidak berakhir dengan penyesalan.
Komentar saudara yang sarat dengan nilai, akan menjadi sumbangan berharga bagi penulis dan pembaca lainnya.