All About Me


Purnawarman Ibn Atim (Pupung)
"Innallaaha laa yughayyiru maa biqaumin hatta yughayyiru maa bianfusihim..." (al-aayah)

Aku dilahirkan pada tanggal 01 Januari 1986 di Bandung.

Seperti yang selalu diceritakan oleh kedua orang tuaku, di awal kelahiranku orang tua memberi nama saya dengan Suarman. Namun entah mengapa setelah beberapa bulan berjalan, namaku kemudian diganti dengan nama PURNAWARMAN. Namun kata ibuku, suatu malam dia bermimpi didatangi oleh seorang lelaki yang berperawakan tinggi besar nan gagah. Orang itu menyuruh agar ibuku mengganti nama aku dengan nama PURNAWARMAN. Kata orang yang datang dalam mimpi itu, nama Suarman katanya kurang cocok untuk saya sehingga harus diganti dengan nama yang diusulkannya. Ibuku sendiri tidak tahu nama apa itu, begitu juga dengan ayahku. Tapi mereka pun keesokan harinya langsung mengganti namaku dengan nama yang sekarang ini. Mereka baru tahu bahwa itu adalah salahsatu nama dari raja Kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat, setelah waktu berselang lama.
Sejarah kelahiranku Unik ya... .. Siapa dulu donks.. Purnawarman..

Saya dilahirkan dari kedua orang tua yang sangat penyayang dan amat peduli pada pendidikan anak-anaknya. Meskipun saat kecil saya terbilang anak yang menderita kelambatan dalam berjalan dan bicara, tapi orang tuaku terus mendorong aku untuk belajar sampai aku menjadi anak yang setara dengan anak-anak lain yang sebaya umurnya. Konon katanya, di umur 2 setengah tahun, aku baru bisa mengucapkan sepatah-duapatah kata. Di usia anak-anak normal sudah bisa lari-lari, aku masih merangkak. Berkat besarnya kasih sayang yang terus orang tuaku curahkan, aku bisa keluar dari kekurangan itu, dan bisa bersaing dengan teman-teman yang lainnya.

Tentang Cita-cita di Masa Kecil

Suatu hari, di tempat air hujan jatuh dari genting rumah, tanah-tanah berlubang memercikkan warna-warna intan berkilauan. Dan saat magnet kusentuhkan di atasnya, mereka menempel erat ikut terjebak oleh daya tariknya. Aku sangat takjub memperhatikan penomena alam tersebut, sehingga dengan asyiknya tanah itu aku mainkan. Maklum, kala itu mungkin aku masih berumur kurang lebih 3thnan.

Sedang asyik-asyiknya bermain tanah, ayah dan ibuku datang menghampiri. Mereka berdua mengajakku berbincang.

Seperti kebiasaan orang tua kepada anak kecilnya, mereka bertanya kepadaku perihal cita-cita apa yang dimiliki olehku di kehidupan ini. Karena usiaku yang masih relatif kecil, tentu jawaban yang keluar kala itu adalah jawaban mengenai penomena kehidupan yang dipandang amat takjub, yang sangat ingin dimiliki oleh pribadinya. Hal seperti itulah yang aku ungkapkan secara spontan dan tulus kepada kedua orang tuaku.

Bagi pengamatanku waktu itu, yang amat menakjubkan dari kehidupan adalah sosok Kang Ujang, seorang pedagang ayam kampung yang amat jujur. Dia berjual beli tidak lepas dari sifat kejujuran mengenai berapa harga jual dan berapa dia mengambil keuntungan. Harga ayam yang akan dibelinya pun seringkali dengan penawaran tinggi dari yang lainnya. Masyarakat sekitar rumahku pada senang kepada beliau. Hampir satu kampung, tempatku tinggal, masyarakatnya tidak mau menjual ayam peliharaannya selain ke Kang Ujang itu. Mereka pun tak henti-hentinya memuji sifat jujur Kang Ujang itu.

Aku kecil yang berfikiran jernih, mengamati kehidupan sosial seperti itu, amat tertarik, dan tertanam dalam pribadiku bahwa sosok orang seperti Kang Ujang itulah manusia yang disenangi oleh manusia lainnya.

Namun terkadang pemikiran anak kecil yang jernih itu suka keluar dalam ucapan instan, sederhana, asal keluar apa yang dimaksud. Dia tidak perlu menjelaskan apa yang ada dibenak pemikirannya yang sangat brilian karena terbatasi oleh pembendaharaan bahasa yang dimilikinya. Mungkin karena sebab itulah sehingga aku waktu itu, menjawab pertanyaan kedua orang tuaku, bukan dengan perkataan ingin menjadi orang jujur, ingin menjadi orang yang disenangi orang lain, atau ingin menjadi pedagang yang jujur nan sukses. Yang aku jadikan jawaban kala itu malah ingin menjadi Tukang Ayam.

He..he..he.. kedua orang tuaku sontak tertawa mendengar jawabanku yang simpel itu. Mendapati tertawaan orang tuaku itu, aku tidak marah atau lantas mengganti cita-citaku. Karena itu adalah datang dari pengamatan terdalam, karena itu sesuatu yang memang benar, sampai usia sekolah dasar kelas tiga, pengemasan bahasa untuk menggambarkan cita-citaku itu masih dipertahankan. Baru pada usia Sekolah dasar kelas 4 aku mulai membungkusnya dengan ungkapan yang bisa menggambarkan gagasan yang sebenarnya aku miliki.

Emang sih jika aku ingat kejadianku kala itu, aku juga sering tertawa sendiri mengenang kepolosan sendiri di masa kanak-kanak. Kepolosan yang menjadi karakter mendasar dari sosok anak kecil yang masih hidup dalam suasana kefitrahannya.

Alhamdulillah... dengan cita-cita yang aku dapati dari kondisi kongkrit, buah dari kejelian pengamatan balitaku itu, aku masih bisa hidup dan meniti kehidupan dengan lancar. Meski harus dengan kerja keras, meski terkadang harus dihadapi dengan tangisan untuk mempertahankan cita-cita itu, aku bisa lebih dari teman-teman seusiaku di kampung. Untuk orang kecil yang tidak punya sokongan pinansial yang cukup untuk melanjutkan sekolah, bila dibanding dengan teman-temanku yang sesama, Aku memiliki kelebihan dalam mendapatkan kemudahan. Aku mendapat kemudahan kuliah, meski waktu itu aku tidak memiliki uang untuk mendaftar. Aku juga masih bisa kuliah, malah bisa langsung mendapat pekerjaan, di masa semester satu, yang dapat menghasilkan uang untuk bayaran kuliahku. Itu semua karena cita-citaku. Itu semua karena dambaanku. Untuk menjadi orang jujur yang disenangi semua orang.

Mudah-mudahan sampai saat ini orang-orang di sekitarku tetap selalu mendoakan kebaikan, senantiasa memberikan kebaikan dan nasihat yang shaleh kepadaku. Agar aku tetap selalu istiqamah dalam kebaikan. Agar aku selalu bisa memperbaiki kekurangan. Agar aku senantiasa dimudahkan dalam menambah jaringan hidup ini.

Terimakasih Ayah dan Ibuku...

Terimakasih Kakak-kakak dan adik-adikku...

Terima kasih teman-teman setiaku...

Terimakasih para guru yang selalu memberikan masukan kasih-sayang, memberi asupan gizi kerohanian dan wawasan keilmuan pada jiwa dan akalku....




Semoga kebaikan kalian semua Allah SWT mencatatnya sebagai amal shaleh yang mulia... Amien!!!!


Bandung 22 Mart 2010

SHARE ON:

Penulis berusaha menulis di blog ini untuk berbagi pengalaman, wawasan, serta pemikiran yang dipandang layak untuk disebar luaskan. Aktivitas sehari-hari penulis aktif sebagai tenaga pengajar piket pada salah satu lembaga pesantren di Kab. Bandung, serta aktif sebagai anggota Komunitas Penulis Islam

2 comments:

  1. selamt datang di dunia blogging sob :D
    btw url/name donk biar bs memberi komentar :D

    BalasHapus
  2. terimakasih atas sambutannya... senang rasanya ada yang mau singgah dan beri komentar di blog ku ini.. :D
    maaf baru bisa bales komennya... maklum cari dana dulu buat nge net hehehe..
    Maksudnya url/name gimana.. lum ngerti nih...
    setelah coba telusur eh ternyata kang tompipurba nih senior para bloger.. jadi malu.. :D
    mohon di bimbing aja anak yang baru tahu blog ni ya kang :D

    BalasHapus

Renungan
Ada Konsekuensi logis yang berlaku di setiap permasalahan yang kita ambil. Orang yang sadar akan makna konsekuensi, tindakannya tidak akan lepas dari kontrol pertimbangan yang matang. Setidaknya, tindakannya tidak berakhir dengan penyesalan.
Komentar saudara yang sarat dengan nilai, akan menjadi sumbangan berharga bagi penulis dan pembaca lainnya.