Hakikat Esensial "Kerja"

Aktifitas kerja sudah barang tentu merupakan suatu hal yang tidak bisa kita pisahkan dari sisi kehidupan ini. Terlepas bentuk kerja yang digeluti, percaya atau pun tidak, yang jelas situasi kerja pun menjadi persoalan pokok yang akan banyak mempengaruhi sisi kehidupan kita yang lain. Kenapa demikian? Tentu hal ini akan bisa kita pahami apabila kita menengok kembali pada hakikat dari nilai yang terkandung dari esensi KERJA itu sendiri.

Bagi saya, setelah melakukan perenungan berkali-kali.. suer dah.!!hehe, sebetulnya hakikat aktivitas kerja di mana pun dan kapan pun adanya pada dasarnya adalah proses memindahkan hak orang lain menjadi hak milik kita. Sama hal nya dengan berdagang (jual-beli) yakni antara si penjual terhadap si pembelinya, proses kerja pun hakikatnya adalah usaha mencari keridoan dari orang atau instansi yang memberikan upah kepada kita selama kita menjalankan, atau memenuhi, kebutuhan yang dipesankan untuk kita lakukan.

Apabila demikian halnya, lantas di mana letak pengaruh KERJA yang dominan bagi sisi kehidupan yang lainnya itu? Hal ini akan sangat jelas apabila kita meninjaunya dari sisi ajaran religious Islam, lantaran, dalam ajaran Islam, proses penghalalan hak milik orang lain menjadi hak milik kita pribadi akan besar pengaruhnya terhadap sisi-sisi kehidupan kita yang lain. Bayangkan saja, ketika kita menghasilkan sebuah materi yang nantinya tentu akan kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup kita dan keluarga, sementara ternyata materi itu secara nilai agama posisinya haram, karena ternyata dalam proses usaha penghalalannya kita tidak bisa memenuhinya, maka pada dasarnya kita tengah memasukan barang haram ke dalam perut kita dan keluarga kita. Jika kita sudah memasukkan barang haram ke dalam perut kita, maka dampak terbesarnya selain dosa yang harus kita pikul balasan siksanya adalah akan sulitnya do'a kita untuk terkabul. Ketika shabat Rasulullah, Sa'ad ibn Abi Waqqas ditanya mengenai tips apa yang menyebabkan do'a-do'a Sa'ad selalu diqabulkan, Sa'ad ibn Abi Waqqas menjawab "bersihkan perutmu dari barang-barang haram". Pada akhirnya, jika do'a dan harapan kita sudah tidak bisa dipenuhi atau diwujudkan oleh Sang Pencipta kita, maka bagai mana jadinya kehidupan kita??? Padahal kehidupan ini tiada artinya jika sudah tidak ada lagi harapan yang bisa kita wujudkan.

Proses kerja tidak bisa menjadikan hak orang lain menjadi hak sah milik kita (insentif yang halal) terjadi apabila selama melakukan proses KERJA kita tidak bisa memenuhi akad yang telah kita sepakati bersama antara kita dan bos, atau instansi, terkait. Misalnya saja, dalam kesepakatan bersama (akad) itu  kita sudah sepakat masuk kerja pukul tujuh pagi dan pulang pukul empat sore, maka, pada saat kita menyalahi kesepakatan itu sementara gaji yang diterima tetap sama sesuai dengan kesepakatan yang awal tadi, secara langsung kita sudah membuat sebagian gaji kita menjadi tidak halal. Dan untuk menghalalkannya sudah barang tentu harus ada usaha lain yang kita usahakan berupa permohonan ridlo kepada pihak perusahaan  apapun konsekuensinya.

Semoga Allah SWT. senantiasa menjaga kita dari barang-barang yang haram. Dan Semoga Allah SWT. senantiasa memberi berkah kepada setiap kekayaan yang kita miliki... Aamiiin!!!

SHARE ON:

Penulis berusaha menulis di blog ini untuk berbagi pengalaman, wawasan, serta pemikiran yang dipandang layak untuk disebar luaskan. Aktivitas sehari-hari penulis aktif sebagai tenaga pengajar piket pada salah satu lembaga pesantren di Kab. Bandung, serta aktif sebagai anggota Komunitas Penulis Islam

    Blogger Comment

0 comments:

Posting Komentar

Renungan
Ada Konsekuensi logis yang berlaku di setiap permasalahan yang kita ambil. Orang yang sadar akan makna konsekuensi, tindakannya tidak akan lepas dari kontrol pertimbangan yang matang. Setidaknya, tindakannya tidak berakhir dengan penyesalan.
Komentar saudara yang sarat dengan nilai, akan menjadi sumbangan berharga bagi penulis dan pembaca lainnya.