Wasiat Sang Mamah Pertiwi


Oleh: Purnawarman Ibn Atim

Ketika Mamah Pertiwi bertemu dan berkumpul dengan para penghuni negerinya, dia pun kemudian mewasiatkan segala kekayaan yang tersimpan di dalamnya untuk dikelola dan dikembangkan hingga darinya bisa menghasilkan segala macam barang yang mampu memenuhi segala kebutuhan mereka dan generasinya sehingga derajat mereka selaku khalifah bisa terlaksana dengan lancar dan mudah. Dan Mamah Pertiwi Indonesia telah meninggalkan pusaka itu dengan amat berlimpah. Sehingga bersorak sorailah para anak-anaknya itu penuh kegirangan. Dalam benaknya sudah tergambar bahwa seluruh kebutuhan dan keinginan hidupnya akan dapat dengan mudah dipenuhi oleh apapun yang ada dan tersedia dari harta pusaka yang didapatnya itu. Rasa kegembiraannya itu pun diluapkannya dalam syair-syair indah, dalam lantunan nyanyian yang membahagiakan, dan dalam kisah-kisah yang menakjubkan. Kala itu, mereka benar-benar tengah jatuh dalam lautan suasana rasa bahagia yang tiada tara.

Waktu demi waktu terus dilalui. Berkat keberlimpahan harta pusakanya itu hidup mereka pun dilewati dengan penuh kedamaian dan ketentraman. Hamparan Lautan yang dalam dan luas, gundukan gunung yang menjulang hijau, pepohonan dan buah-buahan yang tak terkira banyaknya, serta bahan-bahan tambang yang menjadi timbunan harta karun yang tak terhingga nilainya memang sudah menjadi harta yang setiap hari menakjubkan mereka. Keindahan alam dan kenyamanan atmosphere lingkungannya telah membuatnya betah untuk tetap berdiam dan mengelola sekedarnya.

Kabar kesejahteraan dari harta berlimpah itu sampai juga kepada para tetangganya yang hidup di seberang gersang nan tandus. Serigala-serigala Eropa kini mengendus mangsa empuk di rumah tetangganya itu. Maka bersiaplah mereka menjajakinya. Hingga di suatu malam yang suasana Indonesia sedang padam kelam dan gelap gulita oleh malam peradaban, mereka berangkat menyebrangi lautan dan menyelinap ke semak-semak belukar untuk melakukan ekspansi perampokan. Ternyata prediksi mereka benar, anak-anak kaya itu didapatinya tengah tidur lelap dalam buaian mimpi indah yang membahana, hingga serigala-serigala Eropa pun sanggup merauk segala kekayaan yang didapatinya, yang memang amat banyak itu.

Di tengah hilir mudiknya serigala-serigala Eropa mengangkut segala macam yang mereka dapati, anak-anak negeri itu hanya mengigau dan mendengkur keras karena terusik berisiknya hilir mudik para pengangkut harta rampokan. Malam itu amat panjang bagi mereka yang terjaga. Namun tidak bagi mereka yang melewatinya dengan tidur pulas hingga tewas. Yang tidur hanya bisa mendengkur dan mimpi indah, meski di samping mereka tengah terjadi perampokan besar-besaran.

Waktu hitam kelamnya malam pun telah berangsur memudar. Di kala waktu malam telah menunjukkan 3.5 ABAD (bukan WIB), sudah sampai saatnya bagi para pemuda untuk memadu cinta dengan Kekasihnya, Alloh Subhanahu wa ta’ala. Maka diiringi nada syahdu nyanyian ayam pejantan, bangunlah para pemuda itu dengan semangatnya. Ditabuhnya genderang adzan, membangunkan para saudaranya untuk siuman dan kembali memuji Tuhannya. Memang suara Muadzin amat lembut dalam membalut ketegasannya, sehingga menggugah telinga dan hati para pendengarnya untuk kembali membukakan mata mereka. Disibakannya selimut hangatnya kejumudan dan nikmat empuknya sifat taqlid mereka itu untuk bangun berjuang menyongsong terbitnya sang pajar kemenangan. Dilawannya musuh-musuh mereka dengan perkakas seadanya di tangan mereka. Pergerakan atas nama cinta itu tak kenal lelah, hingga membuahkan hasil dengan kocar-kacirnya serigala kelaparan yang semalaman telah merampok harta wasiatnya.

Bagi setiap generasi yang bangun kala itu, pengalaman kerampokan tadi menjadi pelajaran sangat berharga yang tidak boleh disiasiakan dan dilupakan begitu saja. Mereka pun berembuk untuk mencari cara-cara terbaik agar kondisi yang telah dialaminya itu tak terulang kembali. Hingga lahirlah sebuah keputusan spektakuler dari salahsatu anggota perkumpulan, bahwa wasiat akan terjaga kalau semua anggota keluarga disatukan dalam naungan NKRI. Anak cucu pertiwi harus bersatu padu secara integral dalam kesatuan yang kokoh bernama NKRI. Peristiwa besar itu buah usulan sang terjaga dan sang muadzin M. Natsir, sehingga dikenallah peristiwa itu dengan nama Mosi Integral Natsir. Mosi itu memang brilian. Dari sana lah lahir pertamakalinya nama dan status Indonesia yang hingga sekarang melekat jadi identitas para anak cucu Pertiwi itu, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang di kemudian hari berkat terbentuknya NKRI ini, Indonesia puntumbuh menjadi anak Mamah Pertiwi yang kuat dan tangguh. Setiap tetangga yang punya niat buruk mengambil kekayaannya kini menjadi sangat sulit untuk menembus kesatuan mereka.

Namun bukan penjahat namanya kalau ide-ide dan taktiknya tidak selalu lebih cermat ketimbang pemilik rumah. Di tengah semangatnya menata dan membenahi setiap kekosongan yang dulu sempat tak terkelola secara benar, para perampok itu kini bergerilnya dengan jubah-jubah pahlawan dan topeng-topeng sahabat karib yang seolah-olah tengah ikut membantu dan mendukung para anak Mamah Pertiwi membangun negerinya. Dengan modus operandi itu, setiap kali ada lengah dari pribumi, mereka terus mengambil satu demi satu kekayaan yang ada, hingga tanpa sadar dan tanpa terasa, dari hari ke hari, kekayaan para anak Mamah Pertiwi kini terus berkurang, dikuras oleh para perampok munafik.

Karena para generasi yang bangun itu masih ada, melihat adanya gelagat buruk dari pencuri-pencuri bertopengkan teman itu, mereka pun tak henti-hentinya melantunkan adzan untuk mengingatkan yang lainnya. Namun penjahat tetaplah orang jahat. Dengan berbalik melantunkan isu fitnah dan tuduhan sebagai alibi kejahatannya, Natsir dan teman-teman yang selalu adzan diwaktu itu pun didakwa dengan intimidasi yang tak ada buktinya. Mereka diikat dalam tiang-tiang penjara yang membuatnya tak berdaya. Hingga akhir hidupnya, sosok mereka dikubur dalam-dalam oleh para pencuri biadab itu. Adzan pun sampai beberapa waktu kian sunyi senyap. Andaipun ada, suaranya lirih dan kembali hilang tersilap gongongan serigala pengecut.

Para genarasi yang bangun di masa perampokan dulu itu telah banyak yang pergi dan bahkan hampir semuanya telah tiada. Kini tinggal generasi mereka yang lemah akan wawasan masa silam sejarah tetuanya, dan para perampok itu tak henti-hentinya terus bergerilya mencuri hingga kini.

Setelah sekian lama mereka bekerja berbenah dan membangun, tiba waktunya acara evaluasi itu dilakukan. Betapa terkejutnya kini semua para cucu anak negeri itu. Betapa terkecohnya mereka oleh para bangsat bajingan yang munafik selama ini. Penyesalan pun kini membahana dalam ratapan dan keperihan hidupnya. Nyanyian-nyanyian yang dulu pernah dilantunkan para orang tuanya, kini hanya menjadi penghibur mereka dikala menderita. Situasi kini telah jauh berbeda dengan lantunan ayat-ayat syair itu. Kekayaan lautan hanyalah tinggal hitungan peta semata. Ikan-ikan segar hasil bentangan laut yang luas itu telah tiada. Yang bisa mereka nikmati kini hanya ikan-ikan kecil yang sudah bulanan bahkan tahunan dikeringkan jadi ikan asin. Buah-buahan yang berlimpah dalam daftar pusakanya itu kini hanya bisa mereka nikmati imitasinya semata. Untuk merasakan buah jeruk pun hanya bisa mereka lakukan dengan mentuangkan zat esens atau zat pewarna dan perasanya semata, jeruk aslinya entah ke mana. Kekayaan pusaka yang tersisa kini terasa sudah sirna dari benak mereka. Ikan dan buah-buahan telah dirampas oleh saudaranya yang munafik.

Semoga cucu-cucu dari para anak negeri ini dapat mengambil pelajaran berharga dari semuanya, seperti halnya para tetua mereka yang mampu mengambil pelajaran dari kejadian perampokan para serigala Eropa satu abad silam.

Bangkitlah wahai pemuda kaya…!! Bawa pusaka Mamah Pertiwi ini ke tempat yang lebih mulia..!! gemakan kembali seruan ibadah memuji Tuhanmu yang mampu memperkuat tekat dan kemampuan para pendahulumu..!!
Bangkitlah....!!

SHARE ON:

Penulis berusaha menulis di blog ini untuk berbagi pengalaman, wawasan, serta pemikiran yang dipandang layak untuk disebar luaskan. Aktivitas sehari-hari penulis aktif sebagai tenaga pengajar piket pada salah satu lembaga pesantren di Kab. Bandung, serta aktif sebagai anggota Komunitas Penulis Islam

    Blogger Comment

0 comments:

Posting Komentar

Renungan
Ada Konsekuensi logis yang berlaku di setiap permasalahan yang kita ambil. Orang yang sadar akan makna konsekuensi, tindakannya tidak akan lepas dari kontrol pertimbangan yang matang. Setidaknya, tindakannya tidak berakhir dengan penyesalan.
Komentar saudara yang sarat dengan nilai, akan menjadi sumbangan berharga bagi penulis dan pembaca lainnya.