Panyileukan, Ilmu-mu Terendam


Pukul tiga sore, langit mulai mendung kehitaman. Angin berhembus kencang menerpa dedaunan pohon lengkeng yang sudah bertahun-tahun terhujam kuat di pelataran Saung Pusakti (Pusat Aktifitas Islam), Panyileukan. Sudah hampir seminggu Panyileukan tidak terguyur hujan lebat lagi, setelah minggu lalu hujan itu merendam setiap rumah yang memadati perkomplekan ini.

Kali ini mvngkin hujan akan kembali lebat. Tiupan angin yang kencang, awan yang mendung, dan kilatan petir yang datang silih berganti, menunjukkan gejala yang sama dengan situasi hujan yang berhasil merendam Panyileukan beberapa puluh centimetre itu.

Panyileukan memang berada di zona wilayah yang unik. Kenapa tidak, disaat Panyileukan hujan, maka seringkali daerah lain, seperti Gedebage yg tak terlalu jauh jaraknya, malah kering. Tak jarang juga berlaku sebaliknya. Di samping lain, manakala kemarau datang, suhu Panyileukan tak jauh berbeda dengan terik panasnya pesisir pantai, sementara saat tibanya hujan mayoritas rumah penduduk malah terendam banjir.

Setiap tahunnya, lantai rumah warga harus ditinggikan untuk menghindari banjir. Dan itu terus berulang setiap tahvnnya. Entah karena struktur tanahnya yang terus mengalami pemadatan ke bawah, atau memang karena posisi Panyileukan yang berada pada dataran rendah sehingga air cileuncang tidak bisa mengalir ke luar. Entahlah, hanya pihak pengurus tata kota yang lebih tahu. Yang jelas, aparatur negara yang terkait tata kota, akhir-akhir ini amat terlihat kinerjanya selama ini memang amburadul.

Kini hujan turun tak jauh dari perkiraan. Meski tak sebesar minggu lalu, butiran-butiran air yang jatuh terbilang cukup besar. Jalan yang terbujur lurus di depan Saung Pusakti, perlahan tergenang. Suasana jalan pun kini sudah berangsur mati. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat. Hingar bingar para pedagang yg menjajakan makanannya dalam gerobak dorong pun sudah tak terdengar lagi. Begitu juga tukang baso campur sari, tukang tahu cibuntu, dan para motoris pengantar produk ke warung-warung, yg tiap harinya hilir mudik, meski pakai kendaraan bermotor, kini sudah tak terdengar dan tak terlihat lagi.

Pukul 15:33, air yg menggenangi jalan semakin terus meninggi. Air dari pembuangan blok E, kini mengalir semakin deras. Mungkin jalan depanku ini kini tak jauh berbeda dari situasi sungai yg tengah mengalami bajir bandang.

Ya... Allah.. Haruskah tiap kali hujan Panyileukan seperti ini? Padahal penduduk Panyileukan mayoritasnya adalah kaum elite berpendidikan tinggi. Dari mereka merupakan para pekerja di kantor instansi pemerintah, pemilik maupun pekerja pada perusahaan swasta, guru, bahkan karyawan BUMN. Namun nyatanya kapasitas kecerdasan, posisi jabatan, maupun pendidikan tinggi mereka hanya jadi sedikit mata. Mereka seolah kalah oleh aktifitas mencari nafkah buat kebutuhan perut dan kehendak.

Kini air cileuncang sudah mengalir melebihi benteng selokan. Namun aliran air dari blok E, belum jugat reda. Dan wal hasil, kami kini terendam kembali, seperti dahulu yang sering kami alami.

Pengalaman yang berjalan bertahun-tahun lamanya, tidaklah jadi pelajaran atau peringatan penting untuk berubah. Warga sekitar hanya meresponsnya dengan teriakan-teriakan kesal pada setiap motor maupun mobil yang melintas kencang. Warga marah bukan karena tak sanggup antisipasi kebiasaan ini, tapi marah karena air banjir terhempas deras masuk rumahnya.

Antara letak daerah dan penduduknya, Panyileukan memang unik. Mungkin karena kandungan makna dari filosopi nama tempatnya, yang dalam bahasa Sunda, panyileukan berarti tempat yang membuat orang susah tidur karena teringat sesuatu.

Panyileukan.. Panyileukan.. Kapan kau dapat mengambil ibrah (Pelajaran) dari semuanya hingga kau di kemudian hari dapat keluar dari penderitaan ini.


Bandung, 15 November 2010

SHARE ON:

Penulis berusaha menulis di blog ini untuk berbagi pengalaman, wawasan, serta pemikiran yang dipandang layak untuk disebar luaskan. Aktivitas sehari-hari penulis aktif sebagai tenaga pengajar piket pada salah satu lembaga pesantren di Kab. Bandung, serta aktif sebagai anggota Komunitas Penulis Islam

    Blogger Comment

0 comments:

Posting Komentar

Renungan
Ada Konsekuensi logis yang berlaku di setiap permasalahan yang kita ambil. Orang yang sadar akan makna konsekuensi, tindakannya tidak akan lepas dari kontrol pertimbangan yang matang. Setidaknya, tindakannya tidak berakhir dengan penyesalan.
Komentar saudara yang sarat dengan nilai, akan menjadi sumbangan berharga bagi penulis dan pembaca lainnya.