Serunya hidup ini, Indahnya Pertemanan Ini





Di tengah kondisi saya mengambil keputusan untuk menyelesaikan kuliah tanpa mendapat izajah, banyak teman dekat, kerabat dan orang-orang yang kenal sama saya memberikan respons saran dan masukan yang di dalamnya termuat inti kepedulian bahwa mereka sangat menghawatirkan keputusan saya itu.

Di sisi lain saya juga punya keyakinan kuat bahwa jika saya bersungguh-sungguh melakukan usaha yang maksimal, meski pun tanpa izajah atau gelar, semua itu bisa saya lalui dengan sukses. Tengok saja sejarah silam yang sudah berkata dengan bukti kebenaran yang tidak mungkin untuk disangkal. Bukankah rasulullah tidak pernah masuk SD, SMP atau SMA, apalagi Kuliah? Sejarah membuktikan bahwa belum ada satupun manusia selain beliau memiliki kesuksesan melebihi hasil yang diraih beliau dalam usahanya. Di zaman sekarang kita mengenal ilmuan Indonesia yang bernama Ali Audah yang telah menorehkan banyak karya meski beliau tidak pernah masuk satu pun institusi pendidikan formal.

Saya lebih beruntung dari Rasulullah dan Ali Audah karena saya pernah duduk di bangku kuliah meskipun gelar dari kuliah pada akhirnya tidak pernah saya raih. Seharusnya dengan kelebih-beruntungan saya itu saya harus lebih banyak bersyukur dan lebih banyak berkarya. Andaipun usaha saya dalam berkarya tidak mungkin untuk melebihi mereka, seharusnya tentu saja nilai minimal yang harus saya upayakan bisa mendekati mereka. Apalagi seorang sarjana yang memiliki gelar sarjana atau yang selebihnya. Dengan kata lain, alangkah indahnya apabila kita berkarya penuh amanah dalam mengemban apa yang telah kita punya, kawan...

Sementara dalam niatan tertinggi saya, sebetulnya dari keputusan ini semua adalah salahsatu ikhtiar pribadi dalam menguatkan keimanan saya, meluruskan keyakinan yang terlihat semakin menyimpang dari yang semestinya. Kedudukan ijazah dan sekolah sudah melebihi kedudukan Tuhan di mata keyakinan masyarakat luas. Meski tentu saja masuk dunia sekolah adalah usaha terpuji, namun dengan melihat gejala yang begitu menghawatirkan itu saya harus mengambil tindakan tepat untuk menyelamatkan keimanan yang seharusnya saya pribadi selamatkan.

Terlepas dari apa yang menjadi pemikiran saya itu, saya juga sungguh mesti bersyukur dengan memberi nilai timbal balik yang positif terhadap mereka-mereka yang telah mencurahkan kasih sayang dan kecintaannya terhadap saya. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa apa yang mereka lakukan terhadap saya adalah buah kasih sayang yang mereka miliki terhadap saya. Meski mungkin tidak untuk saya terima sekarang, kasih sayang itu tetap saya butuhkan.

Yang jelas ini hanya sementara sebab setelah keimanan saya kembali pulih dan pesan utama yang saya niatkan yaitu untuk merubah pola pikir dan pola pandang orang-orang terdekat saya itu sudah sampai, semoga saya juga bisa melangkah lebih leluasa dengan kinerja dan kedudukan yang lebih bermakna.

Kawan, Inilah keseruan dan keindahan hidup apabila dilandasi oleh iman.

SHARE ON:

Penulis berusaha menulis di blog ini untuk berbagi pengalaman, wawasan, serta pemikiran yang dipandang layak untuk disebar luaskan. Aktivitas sehari-hari penulis aktif sebagai tenaga pengajar piket pada salah satu lembaga pesantren di Kab. Bandung, serta aktif sebagai anggota Komunitas Penulis Islam

    Blogger Comment

0 comments:

Posting Komentar

Renungan
Ada Konsekuensi logis yang berlaku di setiap permasalahan yang kita ambil. Orang yang sadar akan makna konsekuensi, tindakannya tidak akan lepas dari kontrol pertimbangan yang matang. Setidaknya, tindakannya tidak berakhir dengan penyesalan.
Komentar saudara yang sarat dengan nilai, akan menjadi sumbangan berharga bagi penulis dan pembaca lainnya.