Menyadari Ni'mat; Obat Beragam Penyakit, Pelipur Kehampaan Hidup

Ketika jarak Bermil-mil jalan telah kita lalui penuh peluh dan keringat, terkadang setangkai pohon rimbun pun kita butuhkan untuk sekedar berteduh, obat pelemas otot yang tegang kaku dan tubuh yang melayu. Kita juga terkadang memerlukan seorang teman yang bisa diajak berbagi cerita hingga mata terpejam sejenak menikmati kesejukan udara, sepoinya angin memompa kesegaran tubuh yang sempat hilang dimakan kegersangan mentari menyengat pori. Jika memungkinkan, mungkin kita juga hendak menceburkan diri ke bawah danau yang dalam, penuh air bening yang dingin. Alangkah indahnya sebuah perjalanan yang dikala kita kelelahan semua yang kita butuhkan bisa kita penuhi.
Namun teramat berat rasanya jika apa yang kita butuhkan untuk merefresh tubuh ternyata tidak kita dapatkan. Kelelahan yang kita lewati pun bertambah parah, bahkan lebih parah dari apa yang kita bayangkan sebelumnya. Cadangan air minum dan makanan sudah habis, sementara jarak yang mesti kita tempuh masih jauh. Tiada teman yang menemani dan bisa menolong. Mau pulang lagi kita terlanjur berangkat jauh, bahkan mungkin tempat asal itu kini lebih jauh dari tempat tujuan. Ketersesatan yang dialami Muhammad Asad mungkin pemanda-ngan kisah yang cocok untuk menggambarkan situasi ini. Ketersesatannya me-nyusuri padang pasir yang tandus sampai bermil-mil, membuat seluruh persediaan air yang dibawanya habis. Udara di sekitar semakin menyengat, sementara oase gurun tak kunjung tampak. Pada akhirnya ia terbaring lunglai bersama untanya tanpa harapan selamat. Tenaganya sudah habis. Bahkan untuk menarik pelatuk senapan yang dibawanyapun harus ia gunakan kedua tangannya. Ia kerahkan semua tenaga yang tersisa untuk menarik pelatuk senapan itu. Hanya dengan cara itu ia bisa memberitahukan orang yang ada disekitar sana buat memberi pertolongan. Mulut sudah terkatup rapat, dan kerongkongan sudah kering. Tiada kesempatan lagi baginya untuk bisa berteriak. Dan tatkala datang orang yang mau menolong serta memberikan minum, Muhammad Asad malah menggelepar. Ia malah berusaha menghindarkan mulutnya dari tetesan air yang dicucurkan. Bagi Asad, suasana itu malah berubah. Orang yang hendak menolongnya bagaikan sesosok iblis yang berusaha membunuhnya. Tetesan air yang masuk kemulut tak ubahnya cairan timah panas yang melelehkan kulit mulut. Delapan hari tak mendapatkan air membuat ia tak sanggup lagi mendapatkan air hingga iapun pingsan tatkala mendapatkannya.
Tidak jauh dengan yang terjadi pada kehidupan kita. Terkadang, ketika mengarungi samudera kehidupan kita melewati waktu yang sangat sepi, penat, bahkan hampa seperti halnya seorang perantau yang kelelahan namun tidak menemukan tempat untuk berteduh. Medan kehidupan yang gersang tidak hentinya memeras cairan tubuh hingga semuanya keluar membanjiri pakaian. Sementara persediaan air minum telah habis. Tiada tempat untuk kita berteduh. Tiada pemandangan yang membuat suasanan menjadi segar. Dan tertidurnya kita di atas sandaran pohon rimbun berganti pingsan yang mengenaskan.
Sesekali mungkin kita memerlukan suasana kepenatan itu guna menumbuhkan rasa empati dan simpati yang selama ini terkubur oleh kesenangan yang terus menerus meninabobokan kita. Kita selalu lupa bagaimana rasa nikmatnya sehat badan sehingga untuk merasakan hal itu kita melakukan hal-hal bodoh yang mengakibatkan datangnya rasa sakit yang menegur kembali kebiasaan kita yang buruk itu. Mungkin sudah sewajarnya apabila kita sakit. Dan sudah sewajarnya pula jika kita dihadapkan pada situasi dan kondisi yang mengasingkan diri kita sendiri. Sakit memang suatu anugerah terindah yang Tuhan berikan kepada kita semua. Hanya dengan situasi itu kita akan menyadari dan menghargai seberapa besar nikmat yang diterima oleh kita semua di waktu sehat.
Oleh sebab itu, bergemberilah wahai kalian yang sedang mengalami sakit. Sebab hanya dengan itu suatu resep kenikmatan dunia akan kau dapat dan cicipi. Dengan sakit yang dialami sebuah penomena alam yang sangat indah akan kalian dapatkan kembali. Setelah bangun dari sakit kalian akan rasakan bagaimana nikmatnya angin sepoi di siang hari. Sesudah sakit juga bagaimana sebuah pemandangan yang indah dapat kembali dirasakan sebegitu mempesonanya. Meski demikian, sakit hanyalah secuil penomena yang dapat merubah kehidupan kita kepada penyadaran tubuh menerima alam sekitarnya.


SHARE ON:

Penulis berusaha menulis di blog ini untuk berbagi pengalaman, wawasan, serta pemikiran yang dipandang layak untuk disebar luaskan. Aktivitas sehari-hari penulis aktif sebagai tenaga pengajar piket pada salah satu lembaga pesantren di Kab. Bandung, serta aktif sebagai anggota Komunitas Penulis Islam

2 comments:

  1. inspiratif. Terima kasih

    BalasHapus
  2. @Anonim: Sama-sama... :)
    Trimakasih juga sudah mau mampir dan baca blog dan artikel saya...

    BalasHapus

Renungan
Ada Konsekuensi logis yang berlaku di setiap permasalahan yang kita ambil. Orang yang sadar akan makna konsekuensi, tindakannya tidak akan lepas dari kontrol pertimbangan yang matang. Setidaknya, tindakannya tidak berakhir dengan penyesalan.
Komentar saudara yang sarat dengan nilai, akan menjadi sumbangan berharga bagi penulis dan pembaca lainnya.