Kenapa Mesti Ada Jarak di Antara Kita

Merunuti sejarah perjalanan Rasulullah seringkali membuat orang Islam terkemudian merasakan gambaran bagaimana indahnya hidup dalam naungan risalah Islam. Situasi di mana sebuah kelas social bukan yang utama. Semua orang yang datang ke perkumpulan Islam akan disambut dengan penyambutan yang sama, apakah backgroundnya seorang penguasa, rakyat jelata, konglomerat, bahkan seorang hamba sahaya sekalipun. Mereka bergumul dalam perkumpulan masyarakat penuh kasih mengasihi. Tak ada ruang pembeda dalam perkumpulan mereka kala itu..!

Namun entah apa yang terjadi sekarang dalam ummah ini. Apa yang jadi keunggulan Islam yang kita dapati gambarannya dari sejarah awal perjalanannya itu menjadi suatu yang sulit untuk didapati hari ini. Tapi mungkin saja itu hanya kondisi yang saya temukan di mana saya tinggal, yang keberadaannnya memang saya sendiri belum berusaha keluar dari wilayah atau kota itu. Semoga kondisi-kondisi yang saya temukan sekarang itu tidak terjadi di wilayah Muslim lainnya.

Saya memang sedang merindukan kondisi dan situasi itu. Situasi di mana latar belakang sosial tidak menjadi pemicu seseorang untuk dihormat atau direndahkan. Dan orang-orang yang hendak benar-benar tobat, orang-orang awam yang mau memperdalam ajaran agamanya, dan orang-orang miskin yang ingin mendapatkan pendidikan di antara siswa kaya lainnya, bisa lebih leluasa tanpa perlu mendapatkan pandangan setengah mata. Saya sedang merindukan kebersamaan itu lahir bukan atas naungan persamaan kelas social yang sama, melainkan naungan risalah Tuhan yang universal berupa dienul Islam.

Kerinduan itu seringkali menambah saya untuk kembali bertemu dengan kecewa dan kecewa. Hingga mengantarkan saya untuk selalu berkumpul dengan barisan orang-orang kecewa. Selaku orang yang membaca perjalanan awal risalah kenabian itu, rasa kecewa ini tidak menjadikan saya kecewa pada sesuatu yang bukan seharusnya dikecewai. Saya tidak menjadi kecewa pada agama saya karena agama saya tidak mengajarkan sedikitpun pada hal-hal yang saya kecewai. Kultur yang berkembang adalah buah dari keterjebakan ummah ini dalam perangkap gaya hidup, pola hidup, filsafat hidup, dan orientasi hidupnya orang-orang non Islam. Sifat-sifat materialistis (yang melihat kebenaran, keindahan, ketakjuban, keutamaan dan kelebihan sesuatu diukur dari sudut pandang materi), hedonis (yang melihat kebenaran, keindahan, keutamaan, ketinggian, dan keterhormatan sesuatu diukur dari sudut pandang kenikmatan yang diperoleh) dan pragmatis (yang melihat kebenaran, keindahan, ketakjuban, keutamaan dan keterhormatan sesuatu atas dasar nilai bisa tidaknya ia memberi pemuasan cepat, masa orientasi pendek, pola pikir rendah) yang semuanya menjadi filsafat dan kultur hidup musuh-musuh dan dimusuhi Islam tanpa sadar telah mempengaruhi ummat ini. Mungkin dalam perbincangan sehari-hari mereka masih mengukuhkan diri tidak terlibat dalam sifat-sifat landasan hidup semacam itu, namun dalam pola hidup yang mereka jalani sehari-hari sifat itu tampak sangat erat dan kental mereka jalani. Jika toh apa yang mereka kukuhkan dalam pengakuan dan penuturan lisan mereka itu benar, mungkin persaudaraan dibawah panji yang berkibarkan dienul Islam itu akan semakin erat kita rasakan penuh dengan keindahan dan keharmonisan.

Pada kesempatan ini saya tidak punya kehendak untuk menyarankan atau menganjurkan siapapun dari saudara saya untuk menyadari pola hidupnya yang salah kemudian berubah. Lantaran kesadaran terkadang sulit kita dapat melalui teguran dan nasihat orang, apalagi jika dalam situasi ego dan perasaan sedang berada dalam posisi yang dirasa benar meski salah. Kesadaran terkadang memang harus dicari oleh usaha berfikir secara merenung sendiri. Merenung bukan dalam arti yang selalu salah difahami dengan melamun. Merenung dalam arti memikirkan secara mendalam hingga menyelam ke dasar persoalan sampai butiran-butiran intan permata hikmah selaku kebenaran yang mengantarkan seseorang untuk hidup bijak pada akhirnya dia dapat. Semoga ini menjadi bahan renungan kita bersama, demi tercapainya kehidupan yang mulia.

SHARE ON:

Penulis berusaha menulis di blog ini untuk berbagi pengalaman, wawasan, serta pemikiran yang dipandang layak untuk disebar luaskan. Aktivitas sehari-hari penulis aktif sebagai tenaga pengajar piket pada salah satu lembaga pesantren di Kab. Bandung, serta aktif sebagai anggota Komunitas Penulis Islam

    Blogger Comment

0 comments:

Posting Komentar

Renungan
Ada Konsekuensi logis yang berlaku di setiap permasalahan yang kita ambil. Orang yang sadar akan makna konsekuensi, tindakannya tidak akan lepas dari kontrol pertimbangan yang matang. Setidaknya, tindakannya tidak berakhir dengan penyesalan.
Komentar saudara yang sarat dengan nilai, akan menjadi sumbangan berharga bagi penulis dan pembaca lainnya.